Aku (Chairil Anwar)
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Analisis Gaya Bahasa Dalam Puisi “ AKU “ Chairil Anwar
Gaya
Bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan atau meningkatkan
efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya
bahasa disebut juga majas. Kata-kata yang digunakan dalam penggalan puisi
tersebut adalah kata konotatif. Artinya,kata-kata yang berkemampuan mengandung
arti ganda.
Pada bait puisi “ Aku ini binatang jalang”, menunjukan bahwa
terdapat gaya bahasa simbolik yang
melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan
maksud. Dalam kalimat ini menyatakan dengan jelas bahwa penulislah yang
seolah-olah menjadi ukuraan masyarakat pada masanya. Namun, apabila bait
tersebut digabungkan dengan bait selanjutnya “ Dari kumpulannya terbuang “,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat majas fable. Yang menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat
berpikir dan bertutur kata.
“ Biar peluru menembus kulitku “ terdengar ungkapan yang
memang sudah tidak asing lagi untuk diperdengarkan. Maka gaya bahasa yang
tertorehkan pada bait tersebut adalah majas alusio. Yang dimana majas ini menyatakan bahwa pemakaian ungkapan
pada “ Menembus kulitku “ yang tidak
diselesaikan karena sudah dikenal. Demikian juga pada bait “ Aku tetap meradang
menerjang “ istilah ini menggunakan majas sinestesia.
Yang menyatakan berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan
lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Pada bagian terakhir dapat dilihat bagaimana penggunaan
majas pada bait puisi tersebut. Gaya bahasa yang digunakan dalam bait “ Aku
ingin hidup seribu tahun lagi “ adalah majas alegori. Yang mana majas ini menyatakan dengan cara lain, kiasan,
dan penggambaran tentang sesuatu. Istilah “Aku igin hidup seribu tahun lagi “
menyatakan bahwa penulis ingin merasakan kehidupan yang lebih lama lagi dari
sisa masa hidupnya sekarang.
“ Tak perlu sedu sedan itu “ dalam bait puisi tersebut,
dikatakan bahwa unsure majas yang terkandung di dalamnya adalah majas hiperbola. Yang mana hiperbola itu
suatu majas yang bisa disebut juga sebagai ungkapan pengeras. Bahasa ini
menggantikan kata sederhana menjadi luar biasa kedengarannya.
Demikian juga pada bait yang berbunyi “ Luka dan bisa kubawa
berlari “. Dalam kata “ Luka ‘ mengandung arti hati atau perasaan. Sedangkan “
Berlari “ mempunyai arti kaki. Jadi dapat disimpulkan dalam tataran kalimat
tersebut menggunakan majas sinestesia.
Yang mana majas sinestesia itu sendiri adalah majas yang berupa suatu ungkapan
rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Maksudnya adalah, dalam majas ini terdapat pertukaran indra dari satu indra ke
indra lainnya.
Penjabaran majas selanjutnya terdapat pada kalimat “ Hingga
hilang pedih perih “. Majas yang terkandung dalam bait puisi tersebut adalah majas simbolik. Dengan membandingkan benda
yang sesungguhnya dengan benda lain sebagai lambang sifatnya sebagai maksud.
Kata “ Pedih “ yang berarti melambangkan mata sebagai tujuan maksud dari bait
tersebut, dan kata “ Perih “ yang berarti melambangkan indra peraba. Perih
dilambangkan sebagai lambang perasaan seseorang ketika menggunakan indra
perabanya.
Diksi dalam puisi “ AKU”
Untuk ketepatan pemilihan kata sering kali
penyair menggantikan kata yang dipergunakan berkali-kali yang dirasa belum
tepat, diubah kata-katanya.
Seperti pada baris kedua: bait pertama
“Ku mau tak seorang ’kan merayu”
Merupakan pengganti dari kata “ku tahu”.
“kalau sampai waktuku”
dapat berarti “kalau aku mati”
“tak perlu sedu sedan“
dapat bererti “berarti tak ada gunannya kesedihan
itu”. “Tidak juga kau” dapat berarti “tidak juga engkau anaku, istriku, atau
kekasihku”.
Pengimajian
Melalui diksi, kata nyata, dan majas yang
digunakannya, penyair berupaya menumbuhkan pembayangan para penikmat
sajak-sajaknya. Semakin kuat dan lengkap pembayangan yang dapat dibangun oleh
penikmat sajak-sajaknya, maka semakin berhasil citraan yang dilakukan penyair.
Di dalam sajak ini terdapat beberapa pengimajian, diantaranya :
‘Ku mau tak seorang ’kan merayu (Imaji
Pendengaran)
‘Tak perlu sedu sedan itu’ (Imaji Pendengaran)
‘Biar peluru menembus kulitku’ (Imaji Rasa)
‘Hingga hilang pedih perih’ (Imaji Rasa).
1.5 Versifikasi
Ritme dalam puisi yang berjudul ‘Aku’ ini
terdengar menguat karena ada pengulangan bunyi (Rima) pada huruf vocal ‘U’ dan
‘I’
Vokal ‘U’pada larik pertama dan ke dua,
pengulangan berseling vokal a-u-a-u
Larik pertama ‘Kalau sampai waktuku.’
Larik kedua ‘Ku mau tak seorang-’kan merayu.
Larik kedua ‘Tidak juga kau’.
Pengulangan vokal ‘I’:
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Tipogafri
Tipografi atau disebut juga ukiran bentuk. Dalam
Puisi didefinisikan atau diartikan sebagai tatanan larik, bait, kalimat, frase,
kata dan bunyi untuk menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi,
rasa dan suasana. Namun dalam sajak ‘Aku’ karya Chairil Anwar tidak menggunakan
tipografi.
Terima kasih,semoga bermanfaat
BalasHapus